Lompat ke konten
(021) 5290 5797
HOURS : MON-FRI 8.30 AM - 5.30PM

BPOM vs Sertifikasi Halal: Jalur Regulasi untuk Sektor F&B

Dari perspektif pelaku usaha asing, Indonesia merupakan salah satu destinasi paling menarik untuk ekspansi di sektor Food and Beverage (F&B). Dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, pertumbuhan kelas menengah, serta tingginya permintaan konsumen, pasar Indonesia menawarkan peluang yang signifikan bagi perusahaan asing yang ingin memperkenalkan dan mendistribusikan produknya.

Namun, antusiasme untuk memasuki pasar yang luas ini sering kali disertai dengan ketidakpastian regulasi, khususnya dalam aspek kepatuhan produk. Pelaku usaha asing kerap dihadapkan pada pertanyaan mendasar: izin mana yang harus diperoleh terlebih dahulu sebelum masuk ke pasar Indonesia—izin edar BPOM atau sertifikasi Halal? Apakah kedua proses ini harus dilakukan secara berurutan, atau dapat dijalankan secara paralel guna mempercepat waktu masuk pasar?

Dilema ini bersifat praktis sekaligus strategis. Di satu sisi, BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) berperan sebagai gerbang utama yang memastikan keamanan pangan dan legalitas produk, sehingga produk impor memenuhi standar kesehatan dan keselamatan Indonesia sebelum didistribusikan. Di sisi lain, sertifikasi Halal—yang diwajibkan berdasarkan hukum Indonesia—mencerminkan kerangka perlindungan konsumen sekaligus aspek religius yang sama pentingnya di negara dengan mayoritas penduduk Muslim.

Oleh karena itu, pelaku usaha asing harus dengan cermat menentukan jalur regulasi yang tepat untuk memastikan kelancaran masuk ke pasar Indonesia. Sebuah peta jalan yang jelas menjadi hal yang tak terhindarkan, tidak hanya untuk mematuhi peraturan yang berlaku, tetapi juga untuk menghindari duplikasi proses, keterlambatan persetujuan, maupun potensi risiko hukum yang dapat timbul akibat ketidakpatuhan.

Artikel ini akan membahas isu-isu tersebut secara mendalam, memberikan perspektif komprehensif bagi pelaku usaha asing mengenai prioritas regulasi—apakah sebaiknya mengurus izin edar BPOM terlebih dahulu, sertifikasi Halal terlebih dahulu, atau menjalankan keduanya secara bersamaan—dalam rangka memperluas produk F&B ke pasar Indonesia.

BPOM-HALAL

Baca Juga: Panduan Lengkap Registrasi BPOM

Registrasi Produk – Izin Edar BPOM

Bagi produk makanan dan minuman impor, memperoleh izin edar BPOM—yang umum dikenal sebagai Izin Edar BPOM—merupakan prasyarat wajib sebelum produk dapat secara sah dipasarkan di Indonesia. Produk yang dikategorikan sebagai ML (Makanan Luar/Imported Food) harus melalui proses terstruktur dalam dua tahap, untuk memastikan aspek keamanan sekaligus kepatuhan regulasi.

  1. Kepatuhan Awal: SMKPO (Sistem Manajemen Keamanan Pangan Olahan)
    SMKPO merupakan Sistem Manajemen Keamanan Pangan Olahan, yang berfungsi sebagai tahap awal kepatuhan untuk memastikan bahwa produk telah dinilai sesuai dengan persyaratan keamanan pangan olahan di Indonesia. Langkah ini menjadi dasar regulasi dan merupakan prasyarat sebelum pengajuan izin edar BPOM secara penuh dapat dilakukan.
  2. Izin Edar BPOM (Nomor ML)
    Izin edar BPOM merupakan bentuk persetujuan final yang memberikan otorisasi atas distribusi sah suatu produk di Indonesia. Proses registrasi ini mewajibkan pengajuan dokumen lengkap kepada BPOM, meliputi komposisi produk, label, kemasan, laporan uji laboratorium, serta dokumen pendukung lainnya yang membuktikan kepatuhan terhadap standar keamanan pangan Indonesia.

Prinsip Utama: Tanpa izin edar BPOM yang sah, produk F&B tidak dapat secara legal diimpor maupun dijual di Indonesia—meskipun produk tersebut telah memperoleh sertifikasi Halal.

Sertifikasi Halal

Berdasarkan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU No. 33 Tahun 2014), sertifikasi Halal bersifat wajib untuk seluruh produk makanan dan minuman yang dipasarkan di Indonesia, kecuali bagi produk yang secara eksplisit dikategorikan haram atau yang termasuk dalam “positive list” sebagai produk yang dikecualikan. Kewajiban hukum ini mencerminkan bukan hanya tuntutan regulasi, tetapi juga ekspektasi pasar di Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.

Pemerintah Indonesia, melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), memperkuat kewajiban tersebut dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2024 (PP 42/2024) yang mengatur jadwal penerapan bertahap:

  1. Untuk usaha domestik skala menengah dan besar, kewajiban sertifikasi Halal berlaku mulai 18 Oktober 2024.
  2. Untuk produk makanan dan minuman impor.
  3. Dalam periode transisi, produk impor masih dapat masuk ke pasar Indonesia sepanjang telah memperoleh izin edar BPOM (Izin Edar) dan, apabila relevan, mendaftarkan sertifikat Halal yang diterbitkan di luar negeri melalui portal SiHalal BPJPH, sepanjang sertifikat tersebut tercakup dalam Mutual Recognition Agreement (MRA).

 

BPOM-HALAL

Baca Juga: Apa Itu SMKPO?

Keterkaitan antara Izin Edar BPOM dan Sertifikasi Halal

Dalam praktiknya, perusahaan F&B asing harus memperlakukan izin edar BPOM dan sertifikasi Halal sebagai dua hal yang sama-sama esensial. Namun, urutan pengurusannya sangat bergantung pada tujuan produk dan timeline masuk pasar yang ditargetkan.

  1. Izin Edar BPOM Terlebih Dahulu
    Dari perspektif hukum yang ketat, izin edar BPOM merupakan “gateway license” bagi produk makanan dan minuman asing yang masuk ke Indonesia. Tanpa izin ini, tidak ada produk impor yang dapat didistribusikan secara sah, meskipun produk tersebut telah memiliki sertifikat Halal dari luar negeri. Proses izin edar BPOM mencakup dua tahap penting:

    • SMKPO (Sistem Manajemen Keamanan Pangan Olahan) – mekanisme kepatuhan yang memverifikasi apakah produk telah memenuhi standar sistem keamanan pangan olahan Indonesia. Tahap ini menjadi landasan utama bagi setiap pengajuan izin BPOM berikutnya.

    • Izin Edar BPOM (Nomor ML) – persetujuan regulasi final yang diterbitkan oleh BPOM dan memberikan otorisasi hukum bagi produk untuk diimpor serta dipasarkan di Indonesia.

      Dengan memprioritaskan BPOM, perusahaan asing membangun legitimasi regulasi atas produknya, memastikan bahwa produk tersebut secara sah diakui dan dapat masuk ke jalur distribusi di Indonesia. Langkah ini bersifat mutlak, karena BPOM merupakan otoritas utama di Indonesia dalam pengawasan keamanan pangan

  2. Sertifikasi Halal Setelahnya
    Jika BPOM berfokus pada aspek keamanan dan legalitas, maka sertifikasi Halal berfungsi untuk memastikan kepatuhan religius dan perlindungan konsumen. Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 serta Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2024, sertifikasi Halal merupakan kewajiban hukum.

    Dalam masa transisi, produk impor masih dapat beredar di pasar Indonesia sepanjang memiliki izin edar BPOM yang sah. Namun demikian, pelaku usaha sangat dianjurkan untuk memulai proses sertifikasi Halal sedini mungkin, dengan pertimbangan sebagai berikut:

    • Tumpang Tindih Dokumen: Data produk yang dibutuhkan BPOM—seperti komposisi, label, dan proses produksi—juga diperlukan untuk sertifikasi Halal. Hal ini memungkinkan perusahaan menyederhanakan proses kepatuhan.

    • Keunggulan Pasar: Meskipun tenggat waktu belum tiba, sertifikasi Halal dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan penerimaan ritel secara signifikan, mengingat lebih dari 85% konsumen Indonesia adalah Muslim.

    • Kesiapan Regulasi: Pengurusan sertifikasi lebih awal menghindarkan dari hambatan mendadak di akhir periode transisi, sekaligus memastikan akses pasar tidak terganggu setelah kewajiban Halal berlaku penuh.

  3. Pendekatan Saat Ini
    Dalam praktiknya, pendekatan paralel—mengurus izin edar BPOM dan sertifikasi Halal secara bersamaan—semakin diakui sebagai jalur paling strategis bagi perusahaan asing. Keuntungan yang ditawarkan antara lain:

    • Sinergi Regulasi: Karena BPOM dan Halal sama-sama membutuhkan dokumen produk yang serupa, pengurusan paralel dapat meminimalkan duplikasi dan mengurangi potensi ketidaksesuaian.

    • Efisiensi Waktu: Menjalankan kedua proses secara bersamaan mempersingkat keseluruhan waktu, mempercepat akses pasar, dan menghindari keterlambatan akibat proses berurutan.

    • Kesiapan Pasar: Dengan memperoleh kedua persetujuan, perusahaan mencapai kepatuhan ganda—produk tidak hanya sah secara hukum (melalui BPOM), tetapi juga dapat diterima secara religius (melalui Halal).

    • Antisipasi Masa Depan: Dengan adanya kewajiban Halal bagi produk impor, sertifikasi paralel menjamin bahwa perusahaan asing siap sepenuhnya serta patuh jauh sebelum aturan berlaku mutlak.

Wawasan Strategis : Meskipun izin edar BPOM tetap menjadi prasyarat hukum utama untuk masuk ke pasar, sertifikasi Halal merepresentasikan kebutuhan pasar. Pendekatan paralel dengan demikian mampu menyeimbangkan kepatuhan regulasi sekaligus ekspektasi konsumen, memberikan kepastian hukum sekaligus keunggulan kompetitif bagi perusahaan asing.

legal konsultan

Baca Juga: Prosedur dan Linimasa Sertifikasi Halal di Indonesia

Kesimpulan

Bagi perusahaan asing yang ingin berekspansi ke sektor Food and Beverage (F&B) Indonesia yang dinamis, memperoleh izin edar BPOM dan sertifikasi Halal bukan sekadar formalitas regulasi, melainkan sebuah kebutuhan ganda yang esensial. Keduanya memiliki fungsi yang berbeda namun saling melengkapi: izin edar BPOM menjamin keamanan produk serta legalitas distribusi, sementara sertifikasi Halal memastikan kepatuhan religius, kepercayaan konsumen, dan penerimaan pasar di negara dengan mayoritas penduduk Muslim.

Penting untuk ditegaskan bahwa izin edar BPOM merupakan prasyarat hukum mutlak: tanpa izin ini, produk tidak dapat diimpor ataupun dijual di Indonesia, terlepas dari status Halalnya. Pada saat yang sama, sertifikasi Halal—yang diwajibkan berdasarkan hukum Indonesia—berfungsi sebagai mekanisme perlindungan konsumen yang tak tergantikan sekaligus faktor penentu perilaku pembelian.

Melihat lanskap regulasi tersebut, pendekatan yang paling bijak dan strategis adalah dengan mengurus keduanya secara paralel. Dengan menyelaraskan dokumen serta mensinkronkan proses pengajuan, perusahaan asing dapat:

  1. Menghindari duplikasi pekerjaan dan inefisiensi administratif;
  2. Meminimalisir risiko keterlambatan akibat pengajuan bertahap;
  3. Memperoleh akses pasar yang lebih cepat dan lancar; serta
  4. Membangun kerangka kepatuhan yang kokoh untuk mendukung keberlangsungan operasional jangka panjang.

Strategi paralel tidak hanya memberikan kepastian hukum di Indonesia, tetapi juga menghadirkan keunggulan kompetitif, mengingat konsumen dan distributor semakin memprioritaskan produk yang menunjukkan kepatuhan regulasi sekaligus jaminan Halal.

ET Consultant siap memberikan pendampingan menyeluruh dalam setiap tahapan proses ini—mulai dari konsultasi awal, penyusunan dokumen, koordinasi dengan BPOM dan BPJPH, hingga penerbitan izin dan sertifikat akhir. Dengan keahlian kami di bidang kepatuhan regulasi dan strategi masuk pasar, kami berkomitmen untuk membimbing perusahaan asing menuju integrasi yang lancar ke dalam pasar F&B Indonesia dengan kepatuhan penuh, ketepatan, dan efisiensi.

***

ET Consultant adalah Konsultan Bisnis dan Konsultan Hukum yang memberikan dukungan bagi klien lokal dan multinasional untuk memulai dan mengelola operasi bisnis mereka di Indonesia. Konsultan ET berspesialisasi dalam Pendirian Bisnis, Perizinan & Hukum, Akuntansi & Pajak, Imigrasi, dan Layanan Penasihat.

Siap untuk mengetahui lebih lanjut?

Excellent and Trusted Consultant (ET Consultant)
Setiabudi Building 2, Suite 204 Jl. H. R. Rasuna Said Kav 62, Kuningan, Karet, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12920

ET-Consultant

We are established as an Indonesian Advisory Group – Consulting Firm that provides local and multinational clients support for start-up and managing business operations in Indonesia.

Contact Us

Address : Setiabudi Building 2, Suite 204 Jl. H. R. Rasuna Said Kav 62, Kuningan, Karet, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12920
Phone : (021) 52905797
Email : [email protected]
© 2024 by Et-Consultant.