Lompat ke konten
(021) 5290 5797
HOURS : MON-FRI 8.30 AM - 5.30PM

Perbedaan dalam Pendaftaran Produk Halal untuk Produk di Dalam dan Luar Indonesia: Tinjauan Mendalam, Termasuk PT Lokal dan PT PMA

Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memberikan prioritas tinggi untuk memastikan bahwa semua produk halal mematuhi hukum Islam. Proses sertifikasi halal, yang diatur oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan direkomendasikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), dirancang untuk menjamin bahwa produk yang dijual di pasar mematuhi standar halal yang ketat. Namun, proses ini bervariasi secara signifikan tergantung pada apakah produk tersebut diproduksi secara domestik atau internasional.

Proses sertifikasi bervariasi tergantung pada apakah produk diproduksi oleh perusahaan lokal (PT), perusahaan yang dimiliki asing (PT PMA), atau produsen internasional di luar Indonesia. Untuk produk internasional, terutama dari negara-negara yang tidak memiliki perjanjian pengakuan timbal balik (MRA) dengan BPJPH atau MUI, prosedur tersebut melibatkan tantangan unik dan langkah tambahan. 

Artikel ini menggali perbedaan antara pendaftaran produk halal di dalam Indonesia dan untuk produk asing, dengan fokus pada kompleksitas audit MUI yang dilakukan di luar negeri.

Tinjauan Proses Sertifikasi Halal di Indonesia

Baik untuk PT lokal maupun PT PMA yang dimiliki asing, proses sertifikasi halal di Indonesia mengikuti kerangka kerja yang terstruktur untuk memastikan bahwa produk memenuhi standar Islam. Berikut adalah langkah-langkah umum yang terlibat:

Langkah-Langkah untuk Sertifikasi Halal di Indonesia (PT Lokal dan PT PMA)

  1. Pengajuan Aplikasi: Baik perusahaan lokal PT maupun PT PMA harus terlebih dahulu mendaftarkan produk mereka ke BPJPH, mengajukan dokumentasi terperinci yang mencakup bahan produk, sumber bahan baku, proses produksi, dan mekanisme pengendalian internal seperti Sistem Jaminan Halal (HAS).
  2. Penunjukan Pengawas Halal: Setiap perusahaan harus menunjuk seorang pengawas halal yang mengawasi proses produksi untuk memastikan kepatuhan terhadap standar halal. Ini adalah persyaratan wajib untuk kedua entitas, dengan pengawas halal bertindak sebagai penghubung antara perusahaan dan BPJPH selama proses audit.
  3. Audit oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH): BPJPH akan menunjuk Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang terakreditasi untuk melakukan audit menyeluruh terhadap fasilitas produksi. Audit ini melibatkan pemeriksaan bahan-bahan yang digunakan, metode produksi, peralatan, dan fasilitas penyimpanan. LPH memastikan bahwa seluruh siklus hidup produk dari pengadaan bahan baku hingga kemasan akhir memenuhi standar halal.
  4. Tinjauan oleh Komite Fatwa MUI: Setelah audit selesai, hasilnya diteruskan ke Komite Fatwa MUI, di mana para ulama Islam meninjau temuan tersebut. Jika produk mematuhi hukum Islam, MUI akan mengeluarkan fatwa yang merekomendasikan agar BPJPH memberikan sertifikat halal.
  5. Penerbitan Sertifikat Halal oleh BPJPH: Berdasarkan fatwa MUI, BPJPH menerbitkan sertifikat halal, memungkinkan perusahaan untuk secara sah memasarkan produknya sebagai halal di Indonesia. Sertifikat ini berlaku untuk jangka waktu tertentu dan harus diperbarui sebelum masa berlakunya habis.

Halal Produk

Baca lebih lanjut: Panduan Lengkap Registrasi BPOM

Sertifikasi Halal untuk PT Lokal vs. PT PMA di Indonesia

Meskipun baik PT lokal (Perseroan Terbatas) maupun PT PMA (Penanaman Modal Asing) harus mengikuti proses sertifikasi halal yang serupa, terdapat perbedaan tertentu dalam hal persyaratan regulasi dan ekspektasi kepatuhan:

PT Lokal (Perusahaan Milik Indonesia)

  1. Kepatuhan yang Lebih Mudah dengan Standar Lokal: Perusahaan lokal PT umumnya menemukan lebih mudah untuk mematuhi standar halal Indonesia, karena mereka sudah familiar dengan regulasi domestik dan ekspektasi pasar. Mereka sering memiliki hubungan yang sudah terjalin dengan pemasok lokal, yang menyederhanakan verifikasi sumber bahan baku dan kepatuhan bahan.
  2. Waktu Tanggapan yang Lebih Cepat dari Otoritas: Entitas PT lokal mendapatkan keuntungan dari waktu pemrosesan yang lebih cepat, karena mereka berada secara fisik di dalam Indonesia, yang memungkinkan komunikasi yang lebih efisien dengan BPJPH dan MUI, serta penjadwalan audit LPH yang lebih cepat.
  3. Biaya yang Lebih Rendah: Biaya terkait sertifikasi halal untuk perusahaan lokal PT cenderung lebih rendah karena mereka tidak tunduk pada persyaratan hukum dan administratif tambahan yang mungkin dihadapi oleh entitas yang dimiliki asing. Selain itu, biaya perjalanan untuk auditor diminimalkan karena inspeksi dilakukan di dalam negeri.

PT PMA (Perusahaan yang Dimiliki Asing)

  1. Persyaratan Dokumentasi Tambahan: Entitas PT PMA mungkin menghadapi persyaratan dokumentasi yang lebih ketat, terutama terkait kepemilikan asing dan rantai pasokan internasional. PT PMA harus memastikan bahwa pemasok asing mereka memenuhi standar halal Indonesia, yang dapat melibatkan proses verifikasi lintas batas yang kompleks.
  2. Hambatan Bahasa dan Budaya: Perusahaan yang dimiliki asing sering kali menghadapi tantangan bahasa dan budaya saat menavigasi lingkungan regulasi Indonesia. Perusahaan-perusahaan ini mungkin memerlukan layanan terjemahan untuk dokumen kepatuhan, yang memperlambat proses dan meningkatkan biaya.
  3. Potensi untuk Peningkatan Pengawasan: PT PMA yang dimiliki asing mungkin mengalami inspeksi yang lebih mendalam dari auditor LPH untuk memastikan bahwa proses mereka selaras dengan standar halal Indonesia, terutama ketika bahan atau teknik produksi asing terlibat.
  4. Waktu Pemrosesan yang Lebih Lama: Karena langkah tambahan yang terlibat dalam memverifikasi rantai pasokan dan proses produksi asing, PT PMA sering mengalami waktu pemrosesan yang lebih lama untuk sertifikasi halal mereka.

Halal Produk

Baca lebih lanjut: Sertifikasi K3L pada Produk

Sertifikasi Halal untuk Produk yang Diproduksi di Luar Indonesia

Proses menjadi jauh lebih kompleks untuk perusahaan yang memproduksi produk di luar Indonesia, terutama di negara-negara yang tidak memiliki perjanjian pengakuan timbal balik (MRA) dengan MUI atau BPJPH. Tanpa MRA, badan sertifikasi halal asing tidak diakui oleh Indonesia, sehingga MUI harus melakukan inspeksi langsung terhadap fasilitas produksi asing. Berikut adalah bagaimana proses ini berbeda:

Langkah-langkah Sertifikasi Halal untuk Produk Internasional (Di Luar Indonesia)

  1. Pengajuan Awal ke BPJPH: Produsen asing harus terlebih dahulu mengajukan permohonan ke BPJPH, memberikan dokumentasi terperinci, termasuk daftar bahan, proses produksi, dan pengendalian halal internal. Pemohon juga harus menyertakan komitmen untuk mengizinkan MUI melakukan audit di luar negeri jika tidak ada MRA yang berlaku.
  2. Audit Luar Negeri MUI: Di negara-negara yang tidak memiliki MRA, MUI akan mengirim delegasi ke fasilitas produksi asing untuk melakukan audit. Audit ini mencakup semua aspek mulai dari pengadaan bahan hingga metode produksi dan peralatan yang digunakan. Kompleksitas logistik mengirimkan tim ke luar negeri, ditambah dengan potensi hambatan bahasa dan budaya, membuat langkah ini jauh lebih rumit dibandingkan dengan audit domestik.
  3. Fatwa dan Rekomendasi MUI: Setelah audit luar negeri selesai, MUI meninjau temuan dan mengeluarkan fatwa jika produk memenuhi standar halal. Fatwa ini kemudian diteruskan ke BPJPH untuk penerbitan sertifikat halal.
  4. Penerbitan Sertifikat Halal oleh BPJPH: Berdasarkan rekomendasi MUI, BPJPH menerbitkan sertifikat halal, memungkinkan produk untuk dipasarkan secara sah di Indonesia. Sertifikat ini memiliki kekuatan hukum yang sama dengan produk yang disertifikasi secara domestik.

Tantangan Utama bagi Produsen Asing

  1. Biaya yang Lebih Tinggi: Biaya pengiriman auditor MUI ke luar negeri, termasuk perjalanan dan akomodasi, ditanggung oleh produsen asing, yang mengakibatkan biaya sertifikasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan audit domestik.
  2. Waktu Pemrosesan yang Lebih Lama: Audit luar negeri memerlukan lebih banyak waktu untuk diatur, terutama ketika mengkoordinasikan tim audit MUI dan jadwal produksi perusahaan asing. Waktu pemrosesan yang diperpanjang ini dapat menunda masuknya produk ke pasar.
  3. Akses Terbatas untuk UKM: Usaha kecil dan menengah (UKM) di luar Indonesia mungkin menemukan bahwa biaya dan kompleksitas audit luar negeri menghambat kemampuan mereka untuk memasuki pasar Indonesia.

Perbandingan Audit Sertifikasi Halal Domestik dan Internasional dengan Non-Perjanjian Pengakuan Timbal Balik (MRA)

Sebaliknya, ketika produsen asing berada di negara-negara yang memiliki MRA, prosesnya jauh lebih sederhana. Dalam hal ini, MUI mengakui badan sertifikasi halal lokal, menghilangkan kebutuhan untuk audit langsung oleh MUI. Persetujuan dari badan sertifikasi asing diterima oleh BPJPH, secara signifikan mengurangi baik biaya maupun waktu yang diperlukan untuk sertifikasi. Kerangka kerja ini memastikan akses pasar yang lebih lancar untuk produk asing sambil menjaga integritas halal.

Halal Produk

Baca juga: Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK)

Kesimpulan

Sertifikasi halal di Indonesia adalah proses yang ketat dirancang untuk melindungi kepentingan konsumen Muslim dengan memastikan bahwa produk memenuhi standar Islam yang ketat. Proses untuk PT lokal dan PT PMA lebih sederhana, tetapi produsen asing, terutama di negara-negara non-MRA, menghadapi tantangan tambahan, termasuk audit langsung oleh MUI. Perusahaan yang ingin memasuki pasar halal yang luas di Indonesia harus memahami perbedaan ini dan mempersiapkan diri dengan baik, baik sebagai PT lokal, PT PMA, atau produsen internasional. 

Dengan secara proaktif menangani persyaratan unik dari masing-masing kategori, bisnis dapat memperlancar proses sertifikasi mereka dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi halal Indonesia, mengamankan posisi mereka di pasar halal yang menguntungkan.

***

ET Consultant adalah Konsultan Bisnis dan Konsultan Hukum yang memberikan dukungan bagi klien lokal dan multinasional untuk memulai dan mengelola operasi bisnis mereka di Indonesia. Konsultan ET berspesialisasi dalam Pendirian Bisnis, Perizinan & Hukum, Akuntansi & Pajak, Imigrasi, dan Layanan Penasihat.

Siap untuk mengetahui lebih lanjut?

Excellent and Trusted Consultant (ET Consultant)
Setiabudi Building 2, Suite 204 Jl. H. R. Rasuna Said Kav 62, Kuningan, Karet, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12920

ET-Consultant

We are established as an Indonesian Advisory Group – Consulting Firm that provides local and multinational clients support for start-up and managing business operations in Indonesia.

Contact Us

Address : Setiabudi Building 2, Suite 204 Jl. H. R. Rasuna Said Kav 62, Kuningan, Karet, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12920
Phone : (021) 52905797
Email : [email protected]
© 2024 by Et-Consultant.