Sengketa Natuna, siapa yang benar, Indonesia atau Cina? Beberapa waktu lalu, hubungan Indonesia-Cina memanas karena Kapal Coast Guard Cina memasuki Natuna. Yang mengejutkan, Cina sempat mengklaim bahwa secara historis, Natuna berada dalam territorial mereka karena nelayan-nelayan negara tersebut biasa beraktivitas di sana sejak lama. Lalu, bagaimana status teritorial dari Natuna yang sebenarnya? Mari simak ulasan selengkapnya di bawah ini, ya!
Diketahui, Indonesia telah memiliki dasar hukum yang jelas di perairan Natuna sebagaimana diatur dalam UNCLOS 1982. Dalam pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Indonesia, terdapat 3 poin penting.
Pertama, klaim secara historis China pada sengketa natuna tidak memiliki dasar hukum yang jelas. SCS Tribunal telah memutuskan pada 2016 dengan pernyataan bahwa klaim historis China tidak dapat dibenarkan sebab tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Berbeda dengan Indonesia yang memiliki dasar hukum terhadap perairan Natuna berdasarkan UNCLOS 1982. Kedua, Indonesia meminta China untuk membuktikan kedaulatan berdasarkan dasar hukum yang jelas terhadap perairan Natuna dan ZEEI berdasarkan UNCLOS 1982. Sebab hanya berdasarkan dasar-dasar hukum yang jelas suatu permasalahan teritorial Internasional dapat diselesaikan. Ketiga, Indonesia dalam kasus sengketa natuna jelas tidak mencaplok (overlapping claim) dengan China sebab berdasarkan UNCLOS 1982. Sehingga dialog yang digunakan China bahwa terdapat delimitisasi batas maritim adalah tidak benar.
Dari pernyataan-pernyataan resmi tersebut, pemerintah Indonesia mengacu pada dasar hukum Internasional yaitu UNCLOS 1982. Apa sebenarnya UNCLOS itu? Sebutan tersebut berasal dari singkatan United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) yang dalam Konvensi PBB juga disebut sebagai Hukum Laut. UNCLOS memiliki makna yang begitu kuat dalam Hukum Internasional Hukum Laut sebab telah diakui oleh berbagai negara. Dibahas pertama kali dalam konferensi PBB pada tahun 1973 sampai dengan 1982. Hingga saat ini, terdapat 158 negara yang telah meratifikasi dan tunduk dengan ketentuan UNCLOS termasuk did dalamnya Uni Eropa. Indonesia sendiri telah menjadi anggota berdasarkan ratifikasi yang dilakukan melalui UU No.17 Tahun 1985. Oleh karena itu Indonesia telah secara resmi tunduk kepada ketentuan UNCLOS 1982.
Dalam UNCLOS 1982 disebutkan bahwa Negara Kepulauan merupakan negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih gugugsan kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulai lain. Sehingga, dalam menentukan teritorial laut terdapat metode penarikan garis dasar dan garis pangkal. Penarikan garis-garis wilayah dihubungkan dengan titik terluar pulau dan karang terluar kepulauan itu. Sehingga membentuk teritorial yang jelas batasan-batasannya. Batasan teritori laut ini kemudian dituangkan dalam Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957. Sehingga, Kepulauan Indonesia sebagai suatu kesatuan politik, sosial budaya serta ekonomi bukan klaim secara sepihak.
Selain itu, klaim yang dilakukan oleh suatu negara terhadap teritori laut memiliki prosedur tersendiri. Melalui perundingan antara negara-negara bersangkutan secara bilateral ataupun mulilateral yang nantinya akan dituangkan dalam perjanjian tertulis. Sehingga klaim dengan dasar apapun sepanjang belum diatur dalam suatu dasar hukum yang jelas tidak dapat dilakukan tanpa perjanjian terlebih dahulu.
Serta Pasal 48 UNLOS mengatur kewenangan dan hak negara peserta dalam konvensi. Dalam hal ini Indonesia memiliki Zona Ekonomi Eksklusif dengan dasar UNCLOS 1982 itu sendiri di Natuna Utara. Mengingat bahwa Indonesia telah menjadi anggota yang meratifikasi UNCLOS 1982 sehingga menjadi alas hak bagi Indonesia sebagai negara kepulauan. Termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia sepanjang 200 mill. Oleh karena itu salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh Indonesia dalam mempertahan teritori secara de facto adalah dengan hadir di wilayah tersebut.
Dengan upaya ini maka diharapkan Indonesia dapat tetap mempertahankan teritorial sebagai bentuk kedaulatannya dan menghindari sengketa natuna. Upaya ini juga dikerahkan untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, pengelolaan maupun konservasi terhadap kekayaan pada zona yang bersangkutan. Secara hukum Indonesia dapat melakukan upaya hukum terhadap China sebagaimana diatur dalam Pasal 111 UNCLOS 1982. Selain itu, apabila ditemukan kapal-kapal asing yang memasuki teritorial laut secara melawan hukum maka dapat dilakukan upaya hot pursuit untuk menggiring keluar teritorial ataupun menangkap kapal asing tersebut untuk diadili.
Izin Melintas Kapal Asing
Perlu diketahui bahwa dalam perspektif Hukum Laut sebuah kapal asing dapat melintas pada suatu teritori negara tertentu. Hal ini berbeda dengan aturan melintas di daratan, di mana sebuah batas wilayah dapat dipasangkan portal dan tembok yang tinggi. Sehingga dalam prakteknya, laut dapat dilewati namun dengan suatu prosedur yang pasti.
Yurisdiksi teritori laut berbeda dengan teritori darat. Pada daerah daratan berlaku kedaulatan penuh sedangkan di kawasan laut hal ini tidak berlaku. Kedaulatan penuh (sovereignty) hanya ada pada laut territorial yang diukur sepanjang 12 mil laut dari garis pangkal sedangkan di luar itu (zona tambahan, ZEE dan landasan kontinen) berlaku hak berdaulatan (sovereign right) yaitu hak untuk mengelola dan memanfaatkan, bukan memiliki secara penuh.
Berdasarkan Bab 2 Seksi 3 UNCLOS, ditetapkan bahwa semua kapal negara manapun berhak menikmati lintas damai di laut teritorial suatu negara. Hal ini dikenal dengan innocent passage, dimana sebuah kapal dapat melintas pada teritori suatu negara dengan ketentuan harus melaju terus, tanpa berlambuh disembarangan pelabuhan dan tidak melakukan tindakan mengancam maupun sebagainya. Sehingga suatu kapal dapat melewati suatu negara tanpa perlu memintakan izin khusus maupun memberikan kompensasi apapun. Sedangkan ketentuan innocent passage tidak berlaku apabila kapal melintas di perairan pedalaman yang statusnya mirip dengan daratan. Dimana tidak mengenal adanya hak lintas damai (innocent passage).
Pada zona tambahan yang mengenal hak lintas damai (innocent passage) terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dan harus dipatuhi oleh para pelintas. Salah satu ketentuan yang perlu diperhatikan adalah mengambil sumber daya pada ZEE yang bersangkutan. Seperti halnya melakukan penangkap ikan sebagaimana diatur dalam Pasal 58 UNCLOS.
Baca Juga: Perbedaan Sistem OSS dalam Pengurusan Izin Usaha
Itu dia penjelasan lengkap mengenai kasus sengketa Natuna yang sedang ramai terjadi. Pada intinya, Indonesia memiliki status legalitas yang sah secara yuridis di laut Natuna. Sengketa tersebut sempat ramai terjadi karena Cina mengklaim Natuna secara historis, namun Indonesia masih secara sah memiliki Natuna sebagai bagian dari wilayah negara.