Lompat ke konten
HOURS : MON-FRI 8.30 AM - 5.30PM

Klasifikasi Produk Berdasarkan Kewajiban SNI

Kerangka regulasi di Indonesia memberikan penekanan besar pada standardisasi sebagai fondasi utama dalam melindungi kesehatan masyarakat, keselamatan konsumen, serta terciptanya persaingan usaha yang sehat. Di pusat sistem ini terdapat Standar Nasional Indonesia (SNI), yang menjadi tolok ukur utama bagi kualitas, keamanan, dan kinerja produk. SNI disusun dan diterbitkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) melalui koordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait, dengan mengacu pada prioritas nasional maupun standar internasional yang diakui secara global.

Namun, penting dipahami bahwa keberadaan SNI itu sendiri tidak secara otomatis menimbulkan kewajiban hukum bagi pelaku usaha. Dalam struktur regulasi sektoral di Indonesia, kewajiban kepatuhan baru muncul ketika kementerian atau regulator teknis tertentu, seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, atau Kementerian Kesehatan, secara resmi menetapkan suatu SNI sebagai wajib melalui regulasi teknis mereka. Pendekatan berlapis ini memastikan bahwa hanya produk yang dianggap krusial bagi kepentingan publik, baik dari sisi keamanan, lingkungan, maupun ekonomi, yang dikenakan sertifikasi wajib. Sementara itu, produk lain dapat bersifat sukarela atau bahkan berada di luar rezim SNI sepenuhnya.

Bagi prinsipal asing maupun perusahaan domestik, perbedaan ini membawa implikasi yang signifikan. Salah mengartikan apakah suatu produk termasuk dalam kategori SNI wajib, sukarela, atau tidak berlaku dapat menimbulkan konsekuensi serius, mulai dari keterlambatan masuk pasar, penolakan impor, sanksi administratif, hingga kerusakan reputasi. Sebaliknya, klasifikasi yang akurat bukan hanya mempermudah akses pasar, tetapi juga meningkatkan daya saing, membangun kepercayaan konsumen, serta menyelaraskan produk dengan kebijakan industri dan perdagangan jangka panjang Indonesia.

Oleh karena itu, artikel ini menyajikan panduan komprehensif mengenai klasifikasi produk dalam kerangka SNI. Penjelasan akan mencakup kategori produk yang termasuk SNI wajib, SNI sukarela, maupun produk yang dikecualikan dari kewajiban SNI. Yang terpenting, artikel ini menekankan mengapa keterlibatan dukungan profesional menjadi hal yang esensial dalam menavigasi lingkungan regulasi Indonesia yang sangat ketat, guna memastikan kepatuhan penuh ketika memperkenalkan produk ke pasar Indonesia.

legal konsultan

Baca juga: SNI untuk Pakaian Bayi dan Mainan Anak di Indonesia

 

Dasar Hukum Kewajiban SNI

Dasar hukum penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara tegas diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, serta diperjelas melalui Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2018 tentang Sistem Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian Nasional. Kedua regulasi ini menegaskan bahwa kepatuhan terhadap SNI di Indonesia mengikuti mandat sektoral, bukan kewajiban universal. Dalam praktiknya, SNI hanya menjadi wajib apabila secara tegas ditetapkan oleh kementerian sektoral atau otoritas regulator yang berwenang. Sebagai contoh:

  1. Kementerian Perindustrian dapat menetapkan SNI wajib untuk bahan bangunan, baja, plastik, dan barang konsumsi yang kritis terhadap keselamatan.
  2. Kementerian Perdagangan memberlakukan SNI wajib untuk barang impor tertentu sebagai bagian dari kebijakan perdagangan dan perlindungan konsumen.
  3. Kementerian Kesehatan mengatur SNI untuk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dan produk medis tertentu.
  4. Kementerian Pertanian mengawasi kewajiban SNI terkait pupuk, pakan ternak, dan input pertanian.
  5. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerapkan SNI wajib pada produk energi, seperti bahan bakar, pelumas, dan peralatan kelistrikan.

Dengan demikian, tidak semua produk yang tercantum dalam katalog SNI secara otomatis memerlukan sertifikasi. Pelaku usaha harus secara cermat menelaah regulasi kementerian terbaru, keputusan teknis, serta klasifikasi HS Code untuk memastikan apakah produk mereka termasuk kategori SNI wajib sebelum memasuki pasar Indonesia.

Kegagalan mematuhi kewajiban SNI adalah hal yang dapat berakibat pada sanksi administratif, termasuk pencabutan izin, pelarangan impor atau distribusi, penarikan produk dari pasar (recall), serta potensi kerusakan reputasi. Sebaliknya, kepatuhan terhadap SNI sukarela—meskipun tidak diwajibkan—seringkali memberikan keuntungan strategis, seperti meningkatkan kredibilitas produk, memperkuat kepercayaan konsumen, serta mendukung daya saing di lingkungan bisnis Indonesia yang sangat teregulasi.

Bagi prinsipal asing, kompleksitas ini semakin besar karena hukum Indonesia mewajibkan bahwa permohonan sertifikasi SNI hanya dapat diajukan dan dimiliki oleh entitas hukum lokal (importir, distributor, atau anak perusahaan). Hal ini menjadikan peran Local Partner Distributor (LPD) atau Import of Record (IOR) sangat krusial dalam memastikan kepatuhan terhadap kewajiban SNI serta menjamin kelancaran masuknya produk ke pasar Indonesia.

 

Kategori Produk dalam Kerangka SNI

  1. Produk yang Wajib Memenuhi SNI
    Produk yang secara resmi ditetapkan sebagai wajib bersertifikasi SNI tidak dapat diimpor, diproduksi, atau didistribusikan secara sah di Indonesia tanpa terlebih dahulu memperoleh sertifikat SNI yang valid. Kewajiban ini umumnya berlaku untuk kategori barang berisiko tinggi yang berkaitan langsung dengan kesehatan masyarakat, keselamatan konsumen, keberlanjutan lingkungan, dan prioritas ekonomi nasional. Beberapa contoh umum meliputi:

    • Bahan bangunan, seperti semen, baja, pipa, dan ubin, di mana kontrol kualitas sangat penting untuk keselamatan publik dan infrastruktur nasional.
    • Peralatan listrik dan elektronik, termasuk kabel, saklar, lampu, dan peralatan rumah tangga, untuk mengurangi risiko kebakaran, sengatan listrik, dan ketidakefisienan energi.
    • Produk anak-anak dan mainan, di mana kepatuhan terhadap SNI memastikan produk bebas dari bahan kimia berbahaya, risiko tersedak, dan memenuhi standar keselamatan mekanis.
    • Produk terkait makanan, seperti air minum dalam kemasan dan beberapa bahan kemasan, di mana sertifikasi menjamin higienitas, daya tahan, dan kepatuhan terhadap standar kesehatan.
    • Komponen otomotif, termasuk ban, helm, dan sabuk pengaman, digunakan untuk melindungi keselamatan pengemudi dan penumpang di jalan Indonesia. 

      Sertifikasi SNI wajib dilakukan melalui Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang terakreditasi dan diakui oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Tergantung pada klasifikasi produk, penilaian kesesuaian dapat mengikuti skema yang berbeda:

    • Tipe 1 (Sertifikasi Batch) – Diterapkan pada pengiriman proyek satu kali atau jumlah terbatas, baik impor maupun produksi
    • Tipe 3 (Pengujian Berkala/Recurrent Testing) – Memerlukan pengujian awal ditambah pengujian ulang periodik terhadap sampel produk dari pabrik atau pasar. Biasanya digunakan untuk barang yang diproduksi secara rutin tetapi tidak tergolong berisiko tinggi.
    • Tipe 5 (Sertifikasi Komprehensif) – Meliputi pengujian laboratorium, audit pabrik terhadap sistem manajemen mutu (sering terkait ISO 9001), dan pengawasan berkelanjutan. Biasanya diterapkan pada produk massal atau berisiko tinggi, seperti peralatan listrik dan komponen otomotif. 

      Ketidakpatuhan terhadap kewajiban SNI wajib membawa konsekuensi hukum dan komersial yang serius. Import clearance dapat ditolak, pengiriman bisa ditahan atau dikembalikan (re-export) atas biaya importir, dan produk yang sudah beredar di pasar dapat dikenai perintah penarikan (recall) atau pemusnahan. Selain itu, perusahaan dapat menghadapi sanksi administratif, penangguhan atau pencabutan Nomor Induk Berusaha (NIB), serta kerusakan reputasi yang dapat merugikan peluang pasar jangka panjang. 

      Bagi perusahaan asing, tantangannya bahkan lebih besar karena sertifikat SNI tidak dapat diterbitkan langsung atas nama entitas asing. Sebaliknya, sertifikasi harus diajukan melalui mitra atau distributor lokal, yang akan memegang sertifikat dan memikul tanggung jawab hukum atas kepatuhan. Hal ini menjadikan due diligence dalam memilih Local Partner Distributor (LPD) sangat penting untuk meminimalkan risiko mismanajemen, keterlambatan, atau ketidakpatuhan.

  2. Produk yang Memiliki Kesempatan Sertifikasi SNI Sukarela
    Tidak semua produk yang beredar di pasar Indonesia secara hukum wajib mematuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Produk yang tidak ditetapkan sebagai wajib dalam lampiran kementerian atau regulasi teknis tetap dapat menjalani sertifikasi sukarela, selama Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang terakreditasi memiliki ruang lingkup pengujian dan sertifikasi yang relevan.Meskipun sertifikasi SNI sukarela bukan kewajiban hukum, hal ini membawa keuntungan strategis yang signifikan bagi perusahaan lokal maupun asing:

    • Meningkatkan Kepercayaan Konsumen dan Reputasi Merek
      Penempatan tanda SNI pada kemasan produk menandakan bahwa produk tersebut telah melalui pengujian yang ketat dan mematuhi standar kualitas Indonesia. Bagi konsumen yang semakin peduli terhadap keamanan dan keandalan produk, sertifikasi ini memberikan lapisan jaminan tambahan dan dapat membedakan produk dalam pasar yang kompetitif.
    • Meningkatkan Daya Saing di Pasar
      Banyak jaringan ritel modern, distributor, dan platform e-commerce di Indonesia yang mensyaratkan atau lebih memilih produk bersertifikasi SNI, bahkan ketika sertifikasi bersifat sukarela. Perusahaan yang mengikuti sertifikasi SNI sukarela seringkali mendapatkan akses lebih cepat ke saluran distribusi premium dibandingkan pesaing yang tidak bersertifikasi.
    • Memenuhi Persyaratan Pengadaan Pemerintah
      Beberapa proyek tender dan pengadaan pemerintah memprioritaskan atau mewajibkan produk bersertifikasi SNI, meskipun secara hukum tidak diwajibkan. Hal ini menjadikan sertifikasi SNI sukarela sebagai alat strategis bagi perusahaan yang ingin berpartisipasi dalam kontrak sektor publik.
    • Selaras dengan Standar Internasional
      Dengan memperoleh sertifikasi SNI sukarela, perusahaan menunjukkan keselarasan dengan sistem penilaian kesesuaian berbasis ISO dan tolok ukur yang diakui secara global. Hal ini mempermudah perdagangan lintas batas, mengurangi risiko hambatan teknis, dan meningkatkan potensi ekspor serta ekspansi regional perusahaan.
    • Mitigasi Risiko terhadap Regulasi di Masa Depan
      Indonesia secara rutin memperbarui regulasi teknisnya, dan produk yang saat ini bersifat sukarela mungkin di masa depan menjadi wajib bersertifikasi SNI. Perusahaan yang proaktif memperoleh sertifikasi sukarela berada pada posisi yang lebih siap untuk menyesuaikan diri dengan cepat ketika regulasi berubah, sehingga menghindari keterlambatan yang mahal dan risiko kepatuhan.

Klasifikasi Produk SNI

Baca juga: Memahami Sertifikasi SNI Wajib dan Sukarela

Cara Mengajukan Sertifikasi SNI Sukarela

Perusahaan yang berminat untuk memperoleh sertifikasi sukarela disarankan untuk mengakses portal resmi Komite Akreditasi Nasional (KAN) di www.kan.or.id. Melalui Direktori Lembaga Penilaian Kesesuaian Terakreditasi, perusahaan dapat:

  1. Masuk ke bagian “Direktori LPK”.
  2. Pilih tab “Terakreditasi”.
  3. Filter di bawah “Lembaga Sertifikasi Produk berdasarkan SNI ISO/IEC 17065”.
  4. Masukkan kategori produk (misalnya: “botol kaca”, “kabel”, “mainan”) untuk menemukan LSPro yang berwenang mengesahkan produk tersebut.

Setelah LSPro yang relevan diidentifikasi, perusahaan dapat meminta penawaran sertifikasi yang mencakup ruang lingkup pengujian, persyaratan audit, perkiraan waktu penyelesaian, dan komponen biaya. Dengan memperoleh sertifikasi SNI sukarela, perusahaan tidak hanya memperkuat profil kepatuhan, tetapi juga mendapatkan keunggulan kompetitif di pasar Indonesia yang semakin mengutamakan kualitas.

Kesimpulan

Menavigasi kerangka standardisasi nasional Indonesia tidak hanya membutuhkan pemahaman jelas mengenai apakah suatu produk termasuk SNI wajib, sukarela, atau tidak berlaku, tetapi juga strategi proaktif untuk memastikan kepatuhan. Sementara SNI wajib berfungsi sebagai prasyarat hukum untuk barang berisiko tinggi dan teregulasi, SNI sukarela menawarkan keuntungan strategis signifikan, seperti meningkatkan kepercayaan konsumen, membuka akses ke saluran distribusi premium, dan melindungi terhadap perubahan regulasi di masa depan. Sebaliknya, produk yang berada di luar rezim SNI tetap tunduk pada persyaratan sertifikasi alternatif, sehingga menekankan pentingnya due diligence yang komprehensif.

Bagi perusahaan lokal maupun prinsipal asing, kesalahan dalam klasifikasi produk atau sertifikasi dapat menyebabkan keterlambatan masuk pasar, penolakan pengiriman, atau sanksi hukum. Sebaliknya, klasifikasi yang akurat dan kepatuhan tepat waktu tidak hanya memastikan kepastian regulasi, tetapi juga memberikan keunggulan kompetitif di pasar Indonesia yang semakin mengutamakan kualitas.

Di ET Consultant, kami berspesialisasi dalam membimbing perusahaan lokal maupun asing melalui kompleksitas kerangka regulasi Indonesia. Mulai dari menentukan klasifikasi SNI produk Anda hingga koordinasi dengan lembaga sertifikasi terakreditasi, kami menyediakan solusi kepatuhan menyeluruh yang disesuaikan dengan kebutuhan bisnis Anda.

***

ET Consultant adalah Konsultan Bisnis dan Konsultan Hukum yang memberikan dukungan bagi klien lokal dan multinasional untuk memulai dan mengelola operasi bisnis mereka di Indonesia. Konsultan ET berspesialisasi dalam Pendirian Bisnis, Perizinan & Hukum, Akuntansi & Pajak, Imigrasi, dan Layanan Penasihat.

Siap untuk mengetahui lebih lanjut?

Excellent and Trusted Consultant (ET Consultant)
Setiabudi Building 2, Suite 204 Jl. H. R. Rasuna Said Kav 62, Kuningan, Karet, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12920

ET-Consultant

We are established as an Indonesian Advisory Group – Consulting Firm that provides local and multinational clients support for start-up and managing business operations in Indonesia.

Contact Us

Address : Setiabudi Building 2, Suite 204 Jl. H. R. Rasuna Said Kav 62, Kuningan, Karet, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12920
Phone : (021) 52905797
Email : [email protected]
© 2024 by Et-Consultant.