Distribusi alat kesehatan di Indonesia merupakan kegiatan yang sangat diatur dan diawasi secara ketat oleh pemerintah untuk menjamin bahwa setiap alat kesehatan yang beredar memenuhi standar keamanan, mutu, dan kemanfaatan. Hal ini penting untuk melindungi kesehatan masyarakat serta memastikan penggunaan alat medis dilakukan secara tepat dan bertanggung jawab.
Bagi pelaku usaha, baik perusahaan lokal maupun entitas asing yang ingin masuk ke pasar Indonesia, memahami secara menyeluruh proses distribusi dan perizinannya merupakan syarat mutlak agar tidak terhambat secara hukum maupun operasional. Tidak hanya itu, ketidaksesuaian dalam proses distribusi juga dapat berdampak hukum serius dan mengganggu kelangsungan bisnis.
Dalam konteks regulasi, distribusi alat kesehatan di Indonesia diatur melalui sejumlah ketentuan perundang-undangan yang masih berlaku dan terus diperbarui, antara lain Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan, sebagai payung utama untuk OSS-RBA; Peraturan Menteri Kesehatan No. 62 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Penyalur Alat Kesehatan (IPAK/IDAK).
Artikel ini akan membahas secara umum mengenai otoritas yang berwenang, tahapan perizinan distribusi alat kesehatan, persyaratan penting, serta perlakuan khusus untuk alat kesehatan impor, termasuk pertanyaan umum seperti apakah perlu uji produk atau tenaga ahli. Artikel ini juga menjadi pengantar awal untuk pembahasan lebih mendalam berdasarkan klasifikasi jenis alat kesehatan pada artikel lanjutan.
Baca Juga: Memahami Good Manufacturing Practices (GMP) di Indonesia
Apa Itu Izin Distribusi Alat Kesehatan (IPAK/IDAK)?
Izin Penyalur/Distributor Alat Kesehatan (IPAK/IDAK/IDAK) adalah izin resmi yang wajib dimiliki oleh setiap badan usaha yang ingin melakukan kegiatan distribusi atau penyaluran alat kesehatan di wilayah Indonesia. Izin ini merupakan bentuk legalitas dan pengakuan pemerintah bahwa perusahaan tersebut memiliki kapasitas, fasilitas, dan standar mutu yang layak untuk mendistribusikan alat kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
IPAK/IDAK tidak hanya diperuntukkan bagi distributor utama, tetapi juga mencakup pelaku usaha sebagai importir dan penyalur, bahkan dalam skema tertentu, retailer atau toko alat kesehatan juga dapat diwajibkan memiliki izin serupa, tergantung pada klasifikasi risiko produk dan skala usaha.
Memiliki IPAK/IDAK berarti perusahaan telah memenuhi sejumlah persyaratan administratif, teknis, dan sumber daya manusia, termasuk di antaranya memiliki tenaga teknis alat kesehatan yang bersertifikasi, tempat penyimpanan yang sesuai standar, sistem pelacakan produk, serta komitmen terhadap pelaporan dan audit distribusi.
Di Indonesia, distribusi alat kesehatan berada di bawah pengawasan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Kemenkes menjadi otoritas utama yang menetapkan standar dan prosedur distribusi, serta memberikan izin melalui unit-unit teknis berikut:
- Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Farmalkes) – sebagai pengelola kebijakan umum di bidang kefarmasian dan alat kesehatan.
- Direktorat Penilaian Alat Kesehatan – bertugas mengevaluasi mutu dan keamanan alat kesehatan, terutama dalam proses registrasi dan izin edar.
- Direktorat Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan – berperan penting dalam pengawasan dan penerbitan izin distribusi (IPAK/IDAK), serta memastikan rantai distribusi dilakukan sesuai dengan regulasi.
Selain itu, proses permohonan dan penerbitan IPAK/IDAK dilakukan secara elektronik melalui platform Online Single Submission – Risk Based Approach (OSS-RBA) yang terintegrasi dengan sistem milik Kementerian Kesehatan.
Baca Juga: Tanda Daftar Gudang
Persyaratan Umum untuk Mengajukan IPAK/IDAK (Izin Penyalur Alat Kesehatan)
Untuk dapat menjalankan kegiatan distribusi atau penyaluran alat kesehatan secara sah di Indonesia, setiap pelaku usaha wajib mengajukan dan memperoleh Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK/IDAK) dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Proses ini dilakukan melalui platform OSS-RBA (Online Single Submission – Risk-Based Approach). Berikut adalah persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh perusahaan dalam mengajukan IPAK/IDAK:
- Legalitas Perusahaan
IPAK/IDAK hanya dapat diajukan oleh badan usaha berbadan hukum yang telah memenuhi ketentuan legalitas berikut:- Akta Pendirian Perusahaan dan Akta Perubahan Terakhir (jika ada), yang menunjukkan kegiatan usaha di bidang alat kesehatan.
- Nomor Induk Berusaha (NIB) yang diterbitkan melalui OSS-RBA dengan KBLI 46591 – Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia untuk Perdagangan Besar Alat Laboratorium, Farmasi dan Alat Kesehatan.
- NPWP Perusahaan, sebagai identitas wajib pajak yang terdaftar dan aktif.Legalitas ini menjadi fondasi awal untuk membuktikan bahwa perusahaan siap beroperasi secara formal di sektor distribusi alat kesehatan.
- Dokumen Teknis Operasional
Perusahaan juga wajib menunjukkan kesiapan operasional dalam mendistribusikan alat kesehatan melalui dokumen-dokumen teknis berikut:- Denah Bangunan dan Fasilitas Penyimpanan – menunjukkan area penyimpanan dan fasilitas pendukung yang sesuai standar keamanan dan sanitasi. Fasilitas kantor dan gudang harus memiliki data kepemilikan dan perjanjian sewa yang jelas (Bukan virtual office) dimana minimal harus melakukan perjanjian sewa minimal 2 tahun sesuai PMK No. 14 Tahun 2021. Untuk Produk Elektromedik perlu ditambahkan juga fasilitas bengkel dan teknisi untuk memenuhi persyaratan. Fasilitas bengkel dapat menyatu dengan gudang atau di tempat lain sesuai dengan keperluan dan kelengkapan bengkel.
- SOP (Standard Operating Procedures) yang mencakup:
- Prosedur distribusi dan penyimpanan alat kesehatan
- Pengemasan dan transportasi
- Penanganan produk rusak, kadaluwarsa, atau ditarik dari pasar (recall)
- Pelaporan dan dokumentasi kegiatan distribusi
- Dokumen Sistem Manajemen Mutu – mencakup kebijakan mutu, audit internal, dan tindakan korektif untuk menjamin kelayakan rantai distribusi.Dokumen ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak hanya beroperasi secara administratif, tetapi juga memiliki sistem pengendalian mutu internal yang dapat dipertanggungjawabkan.
- Tenaga Teknis Kefarmasian / Penanggung Jawab Teknis (PJT)
Salah satu elemen kunci dalam perizinan IPAK/IDAK adalah kehadiran Tenaga Teknis Kefarmasian atau biasa disebut Penanggung Jawab Teknis (PJT). Persyaratannya meliputi:- Pendidikan minimal D3 atau S1 di bidang farmasi, teknik elektromedis, teknologi laboratorium medik, atau kesehatan masyarakat.
- Telah terdaftar dalam Sistem Informasi Kemenkes (SIKL) dan dapat dibuktikan melalui surat pengangkatan resmi oleh perusahaan.
- Mampu menunjukkan kompetensi teknis dalam menangani produk alat kesehatan, termasuk dokumentasi, pelaporan, dan audit teknis.Keberadaan PJT menjadi syarat mutlak karena bertanggung jawab secara profesional atas keamanan dan kelaikan operasional distribusi alat kesehatan. Dalam hal ini untuk IDAK tidak memerlukan sertifikat pelatihan CDAKB namun apabila distributor menginginkan sertifikasi CDAKB PJT wajib mengikuti pelatihan CDAKB sesuai jadwal dari Kementerian Kesehatan.
Sertifikasi CDAKB diperuntukan untuk distributor yang melakukan importasi produk dari luar negeri dengan melakukan registrasi izin edar AKL. Selain PJT bila produk termasuk elektromedik diwajibkan untuk memiliki teknisi minimal SMK teknik mesin/ listrik dan bila produk termasuk produk elektromedik radiasi diperlukan tambahan lagi lulusan teknisi radiologi medis.
- Persyaratan dokumen
Untuk memenuhi persyaratan perizinan IPAK/IDAK diperlukan persyaratan tambahan yaitu :- Brosur produk untuk tiap jenis produk
- kelengkapan peralatan gudang antara lain :
- APAR
- AC
- Thermohygrometer
- Palet
- Rak
- Titik Kumpul
- Jalur Evakuasi
Baca Juga: Apa itu K3L
Apakah Produk Alat Kesehatan Perlu Diuji?
Dalam rangka memastikan keamanan, mutu, dan manfaat alat kesehatan yang akan didistribusikan di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mewajibkan sejumlah prosedur teknis, termasuk pengujian produk serta keterlibatan tenaga ahli yang kompeten. Keduanya merupakan aspek krusial dalam proses perizinan dan operasional distribusi alat kesehatan.
Pengujian Produk Alat Kesehatan: Kapan Diperlukan?
Tidak semua alat kesehatan wajib melalui pengujian laboratorium atau teknis. Namun, kewajiban ini sangat bergantung pada klasifikasi risiko dari produk alat kesehatan tersebut, yang dibagi menjadi empat kelas berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 62 Tahun 2017 tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, serta peraturan turunannya yang masih relevan hingga kini. Berikut adalah ringkasan klasifikasi dan implikasi pengujiannya:
- Kelas A – Kelas I (Risiko Rendah):
Alat kesehatan seperti kasa, sarung tangan, dan plester medis. Produk-produk ini umumnya hanya memerlukan evaluasi administratif dan dokumentasi mutu tanpa pengujian laboratorium mendalam. - Kelas B – Kelas II.A (Risiko Rendah – Menengah):
Misalnya alat suntik, tensimeter digital, atau stetoskop elektronik. Dapat memerlukan pengujian teknis dasar untuk membuktikan keamanan dan efektivitas fungsi produk. - Kelas C – Kelas II.B (Risiko Menengah – Tinggi):
Termasuk infus pump, alat pacu jantung, dan perangkat penunjang bedah. Memerlukan pengujian teknis lebih kompleks dan terkadang uji klinis terbatas. - Kelas D – IV.D (Risiko Tinggi):
Contohnya ventilator, defibrillator, atau implant jantung. Wajib menjalani pengujian di laboratorium tersertifikasi, baik di dalam negeri maupun luar negeri, serta dapat memerlukan uji klinis untuk mendukung klaim medisnya.
Catatan:
Kementerian Kesehatan dapat meminta hasil pengujian yang dilakukan oleh laboratorium terakreditasi atau lembaga independen yang diakui secara internasional untuk alat kesehatan impor.
Kesimpulan:
Distribusi alat kesehatan di Indonesia adalah proses yang kompleks dan sangat diatur secara ketat oleh pemerintah, demi menjamin bahwa setiap produk yang beredar di masyarakat aman, bermutu, dan bermanfaat. Kepatuhan terhadap regulasi bukan hanya menjadi keharusan hukum, tetapi juga penentu keberhasilan operasional dan keberlanjutan bisnis di sektor kesehatan.
Memperoleh Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK/IDAK) merupakan langkah awal yang wajib dipenuhi oleh setiap pelaku usaha, baik lokal maupun asing. Izin ini hanya dapat diperoleh jika perusahaan memenuhi syarat legalitas, kesiapan teknis, sistem manajemen mutu, serta memiliki Penanggung Jawab Teknis (PJT) yang kompeten dan terdaftar.
Di samping itu, penting untuk memahami bahwa pengujian alat kesehatan tidak selalu dibutuhkan untuk semua jenis produk, namun menjadi kewajiban mutlak bagi alat kesehatan dengan risiko menengah hingga tinggi (kelas B, C, dan D). Pengujian ini dapat mencakup uji teknis, uji klinis terbatas, atau sertifikasi mutu dari laboratorium terakreditasi—baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Dengan sistem perizinan berbasis risiko yang terintegrasi melalui platform OSS-RBA, proses distribusi alat kesehatan kini semakin transparan, efisien, dan dapat dipantau secara real-time. Namun, transparansi ini juga menuntut pelaku usaha untuk memiliki pemahaman menyeluruh terhadap persyaratan regulasi dan kesiapan operasional yang tinggi.
Akhirnya, bagi perusahaan yang ingin memasuki pasar alat kesehatan Indonesia secara sah dan berkelanjutan, pemahaman terhadap seluruh aspek perizinan, pengujian, serta tenaga teknis merupakan kunci utama. Kepatuhan terhadap regulasi tidak hanya membuka pintu pasar, tetapi juga menjadi landasan etis dalam mendukung sistem kesehatan nasional yang lebih baik dan aman bagi seluruh masyarakat.
***
ET Consultant adalah Konsultan Bisnis dan Konsultan Hukum yang memberikan dukungan bagi klien lokal dan multinasional untuk memulai dan mengelola operasi bisnis mereka di Indonesia. Konsultan ET berspesialisasi dalam Pendirian Bisnis, Perizinan & Hukum, Akuntansi & Pajak, Imigrasi, dan Layanan Penasihat.
Siap untuk mengetahui lebih lanjut?
Excellent and Trusted Consultant (ET Consultant)
Setiabudi Building 2, Suite 204 Jl. H. R. Rasuna Said Kav 62, Kuningan, Karet, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12920